Rabu, 28 Juni 2017

RESUME VII

PEDAGOGI DAN ANDRAGOGI

LINGKUP APLIKASI DAN ISU-ISU ANDRAGOGI

Lingkup Aplikasi
Baik secara konseptual maupun praktikal, adragogi berlaku bagi segala bentuk pembelajaran orang dewasa dan telah digunakan secara luas dalam rancangan program pelatihan organisasi, khususnya untuk domain keterampilan lunak (soft skill), seperti pengembangan manajemen. Seni mengajar orang dewasa berlaku di semua tempat, ketika peserta didik atau warga belajarnya menunjukkan  tanda-tanda kedewasaan yang baik. Dengan demikian aplikasi andragogi berlaku di ruang-ruang khusus, pelatihan, pembekalan, pembimbingan khusus, bimbingan professional, pemberantasan buta aksara, keaksaraan fungsional, dan lain-lain.
Knowles (1984) memberikan contoh penerapan prinsip-prinsip andragogi dengan desain pelatihan seperti berikut:
a.       Ada kebutuhan untuk menjelaskan mengapa hal-hal tertentu yang diajarkan,misalnya, perintah tertentu, fungsi,operasi,dan lain-lain.
b.      Pengajaran harus berorientasi pada tugas yang bermakna, bukan menghafal.
c.       Pengajaran harus mempertimbangkan berbagai latar belakang yang berbeda dari peserta didik,bahan belajar dan kegiatan harus memungkinkan berbagai tingkat atau jenis pengalaman sebelumnya.
d.      Karena orang dewasa cenderung mandiri, pengajaran harus memungkinkan pembelajar menemukan hal-hal untuk diri mereka sendiri, memberikan bimbingan dan bantuan ketika ada kesalahan yang dibuat.

Asumsi-asumsi Knowles bagi pembelajaran orang dewasa :
a)      Kebutuhan untuk tahu.
b)      Konsep diri.
c)      Peran pengalaman belajar.
d)     Kesiapan untuk belajar.
e)      Orientasi belajar.

Lima Isu
1)      Memberikan kesempatan kepada peserta didik tahu mengapa ada sesuatu yang penting untuk dipelajari.
2)      Menunjukkan kepada peserta didik bagaimana mengarahkan diri mereka sendiri melalui informasi yang tersedia.
3)      Topik kegiatan belajar terkait pengalaman peserta didik.
4)      Manusia tidak akan belajar sampai mereka siap dan termotivasi untuk belajar.
5)      Diperlukan upaya membantu mereka mengatasi hambatan, perilaku, dan keyakinan tentang belajar.

Antonim Pedagogi
Andragogi adalah antonym atau kata yang berlawanan makna dengan pedagogi. Sebagai antonim pedagogi, praksis andragogy didasari atas asumsi seperti berikut.
a.       Pelajar atau warga belajar dewasa bergerak menuju kemerdekaan dan mengarahkan dirinya sendiri.
b.      Pengalaman belajar adalah sumber yang kaya untuk belajar bagi siswa atau warga belajar dewasa.
c.       Orang-orang dewasa mempelajari apa yang perlu mereka ketahui, sehingga program belajar diorganisasi di sekitar aplikasi kehidupan mereka.
d.      Pengalaman belajar harusdidasarkan sekitar pengalaman, karena kinerja orang terpusat dalam pembelajaran mereka.

PERBEDAAN ANTARA PEDAGOGI DAN ANDRAGOGI

1.      Aspek Fundamental


Andragogi

Pedagogi
Pembelajar disebut “peserta didik” atau “warga belajar”.
Pembelajar disebut “peserta didik” atau “warga belajar”.
Gaya belajar independen.
Gaya belajar dependen.
Tujuan fleksibel.
Tujuan ditentukan sebelumnya.
Diasumsikan bahwa peserta didik memiliki pengalaman untuk berkontribusi.
Diasumsikan bahwa siswa tidak berpengalaman dan/atau kurang informasi.
Menggunakan metode pelatihan aktif.
Menggunakan pelatihan pasif, seperti metode kuliah/ceramah.
Pembelajar mempengaruhi waktu dan kecepatan.
Guru mengontrol waktu dan kecepatan.
Keterlibatan atau kontribusi peserta sangat penting.
Peserta berkontribusi sedikit pengalaman.
Belajar terpusat pada masalah kehidupan nyata.
Belajar berpusat pada isi atau pengetahuan teoritis.
Peserta dianggap sebagai sumberdaya utama untuk ide dan contoh
Guru sebagai sumber utama yang memberikan ide-ide dan contoh.


Malcom S. Knowles secara lebih rinci menyajikan asumsi dan proses pedagogi untuk dibedakan dengan andragogi. Asumsi dan proses dimaksud disajikan berikut ini.


Asumsi Pedagogi
Asumsi Andragogi
1.      Konsep diri
Ketergantungan
Peningkatan arah-diri atau kemandirian.
2.      Pengalaman
Berharga kecil
Pelajar merupakan sumber daya yang kaya untuk belajar.
3.      Kesiapan
Tugas perkembangan; tekanan sosial.
Tugas perkembangan; peran sosial.
4.      Pespektif Waktu
Aplikasi ditunda
Kecepatan aplikasi.
5.      Orientasi untuk belajar
Berpusat pada substansi mata pelajaran.
Berpusat pada masalah.
6.      Iklim belajar
Berorientasi otoritas, resmi, dan kompetitif.
Mutualitas/pemberian pertolongan, rasa hormat,kolaborasi, dan informal.
7.      Perencanaan
Oleh guru.
Reksa (mutual) diagnosis diri.
8.      Perumusan tujuan
Oleh guru.
Reksa negosiasi.
9.      Desain
Logika materi pembelajaran, unit konten.
Diurutkan dalam hal kesiapan unit masalah.
10.  Kegiatan
Teknik pelayanan.
Teknik pengalaman (penyelidikan).
11.  Evaluasi
Oleh guru.
Reksa diagnosis kebutuhan dan reksa program pengukuran.




SUMBER
Danim, Sudarwan.(2010).Pedagogi, Andragogi dan Heutagogi.Bandung: Alfabeta.

RESUME VI

MENGELOLA KELAS

MENGAPA KELAS PERLU DIKELOLA SECARA EFKTIF?
Manajemen kelas yang efektif akan memaksimalkan kesempatan pembelajaran murid (Charles, dkk, 2002). Para pakar dalam bidang manajemen kelas melaporkan bahwa ada perubahan dalam pemikiran tentang cara terbaik untuk mengelola kelas. Pandangan lama menekankan pada penciptaan dan pengaplikasian aturan untuk mengontrol tindak tanduk murid. Pandangan baru memfokuskan pada kebutuhan murid untuk mengembangkan hubungan dan kesempatan untuk menata diri (Kennedy, dkk, 2001). Manajemen kelas yang mengorientasikan murid pada sikap pasif dan patuh pada aturan ketat dapat melemahkan keterlibatan murid dalam pembelajaran aktif, pemikiran, dan konstruksi pengetahuan sosial (Charles & Senter, 2002).

Isu Manajemen di Kelas Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah
Kelas di SD dan SMP/SMA mengandung banyak isu manajemen yang mirip. Pada semua level pendidikan, manajemen kelas yang baik mendesain lingkungan fisik kelas untuk pembelajaran yang optimal, menciptakan lingkungan yang positif untuk pembelajaran, membangun dan menegakkan aturan, mengajak murid bekerja sama, mengatasi problem secara efektif, dan menggunakan strategi komunikasi yang baik.

Kelas Padat, Kompleks, dan Berpotensi Kacau
Dalam menganalisis lingkungan kelas, Walter Doyle (1986) mendeskripsikan 6 karakteristik yang merefleksikan kompleksitas dan potensi problemnya :
1.      Kelas adalah multidimensional. Kelas adalah setting untuk banyak aktivitas, mulai dari aktivitas akademik seperti membaca, menulis, dan matematika, sampai aktivitas sosial, seperti bermain, berkomunikasi dengan teman, dan berdebat.
2.      Aktivitas terjadi secara simultan. Banyak aktivitas kelas terjadi secara simultan. Satu klaster (cluster) murid mungkin mengerjakan tugas menulis, yang lainnya mendiskusikan suatu cerita bersama guru, dan murid lainnya mengerjakan tugas yang lain, dan yang lainnya lagi mungkin berbicara tentang apa yang akan mereka lakukan setelah kelas dan seterusnya.
3.      Hal-hal terjadi secara cepat. Kejadian sering kali terjadi di kelas dan membutuhkan respon cepat. Misalnya, dua murid berdebat tentang kepemilikan sebuah buku catatan; seorang murid mengeluh bahwa murid lain menyontek jawabannya, ada murid yang mendahului giliran, ada yang mencoret tangannya dengan pena, dua murid tiba-tiba bertengkar saling mengejek.
4.      Kejadian sering kali tidak bisa diprediksi.
5.      Hanya ada sedikit privasi.
6.      Kelas punya sejarah.

Memulai dengan Benar
Salah satu kunci untuk mengelola kompleksitas adalah mengelola hari–hari pertama dan minggu – minggu awal masa sekolah secara cermat dan hati–hati. Anda harus menggunakan masa–masa ini untuk :
(1) menyampaikan aturan dan prosedur yang Anda gunakan kepada kelas dan mengajak murid bekerja sama untuk mematuhinya, dan
(2) mengajak murid terlibat aktif dalam semua aktivitas pembelajaran.

Tujuan dan Strategi Manajemen
Manajemen kelas yang efektif punya 2 tujuan, yaitu:
1.      Membantu murid menghabiskan lebih banyak waktu untuk belajar dan mengurangi waktu aktivitas yang tidak diorientasikan pada tujuan.
2.      Mencegah murid mengalami problem akademik dan emosional.

MENDESAIN LINGKUNGAN FISIK KELAS

Prinsip  Penataan Kelas
Berikut ini 4 prinsip dasar yang dapat dipakai untuk menata kelas (Evertson, Emmer, & Worsham, 2003):
 i.            Kurangi kepadatan di tempat lalu-lalang.
ii.            Pastikan bahwa Anda dapat dengan mudah melihat semua murid.
iii.            Materi pengajaran dan perlengkapan murid harus mudah diakses.
iv.            Pastikan murid dapat dengan mudah melihat semua presentasi kelas.

Gaya Penataan
v  Penataan Kelas Standar
         ·         Gaya auditorium, semua murid duduk menghadap guru.
         ·         Gaya tatap muka, murid saling menghadap.
         ·         Gaya off-set, sejumlah murid (biasanya tiga atau empat anak) duduk di bangku tetapi tidak duduk berhadapan langsung satu sama lain.
         ·         Gaya seminar, sejumlah besar murid (10 atau lebih) duduk di susunan berbentuk lingkaran, atau persegi, atau berbentuk U.
         ·         Gaya klaster, sejumlah murid (biasanya empat sampai delapan anak) bekerja dalam kelompok kecil.
v  Personalisasi Kelas
Menurut pakar manajemen kelas Carol Weinstein dan Andrew Mignano (1997), kelas sering kali mirip dengan kamar hotel – nyaman tetapi impersonal, tidak mengungkapkan apa pun tentang orang yang menggunakan ruang itu. Anonimitas semacam itu biasanya terjadi di kelas sekolah menengah, di mana enam atau tujuh kelas mungkin menggunakan ruangan selama satu hari.




SUMBER:
Santrock, W. John.(2004). Psikologi Pendidikan Edisi Kedua. Jakarta: Prenadamedia Group.